10:10 PM
17 mei 2016
Porsi.
Sudah menjadi porsiku
disini. Memilih mereka yang sedikit merampas kenikmatan dalam setiap porsi yang
aku punya.
Jutaan kali aku
gelisah seperti ini. Menganalisa apapun yang aku tau. Memberi kesempatan lagi
pada hati.
Aku punya mimpi
disiang bolong :
Ada pangeran yang
menjadi pelindungku dari segala macam derita yang hendak mendekat. Pangeran tampan
yang diam bersamaku. Berkuda coklat dengan pedang emasnya. Dengan senyum yang
membuatku mati rasa saat aku merasakan pedih teramat sangat. Bahkan anestesi
sekalipun aku tidak butuh. Cukup kamu yang tersenyum. Cukup.
Itu mimpi konyol yang
menyenangkan. Dalam kenyataan, aku masih setia mencarinya dalam diam.
Berjanjilah, kamu
segera datang. Aku masih mau sekarat dengan anestesimu.
Porsiku sedang disini.
Menjadi temanmu. Atau sahabat jika kamu mau.
Saat ini, aku diantara
yang lain. Menjadi satu diantara dua sisi. Empat dan empat. Aku yang kelima,
baik dari kiri maupun kanan. Namun hari ini hanya ada tiga dan tiga. Aku yang keempat,
baik dari kiri maupun kanan.
Memperhatikan dimana letak salahku hari ini.
Ingat ini sekarang.
Aku turut serta bersamanya. Bersama menjadi telinga dan matanya. Mengiyakan
suara “iya” yang menyeruak masuk. Mengikuti
jalan setapak yang ia pilih. Mendaratkan jutaan sentuhan jari yang disambut
telapaknya. Menjadi alas saat ia terjatuh. Merangkulnya saat ia mulai merasa
sendiri. Mengaktifkan sejuta radar untuk menangkap maksud matanya. Lalu, satu
saat hanya sekedar melepas untuk bernafas. Aku lengah. Dan ia gelisah. Ia sudah
terlanjur dingin. Aku yang kini gelisah. Ia lupa mungkin.
Porsiku yang salah ? atau aku yang memakan porsi kalian ?
Akupun manusia, kamu tahu itu.
Tidak bisakah aku salah ?
Kamu yang ber-tiga. Terimakasih sudah mengingatkanku untuk
lebih tenang. Tidak menjadi penyulut. Malah meredamku hari ini.
Dan kamu yang ber-tiga.
Entah apa maksudku bertingkah diam selepas tadi sore. Yang jelas
aku hanya butuh diam. Hari ini, aku yang salah pergi keporsi lain. Harusnya aku
diam di porsi seharusnya. Tidak ke kanan maupun ke kiri. Aku menyadari porsiku
sekarang.
Tadi, aku tidak sadar dengan porsi yang sudah kupilih dari
awal. Tempatku memang tidak jauh dari yang kanan dan tidak jauh dari yang kiri.
Aku ditengah-tengah kalian. Yang sulit sekali terlihat normal tanpa adanya
kejomplangan.
Satu hal yang harus kalian tau. Rasa sayang yang tidak bisa
aku tutupi.
Aku sadar benar dengan apa yang terjadi. Ada yang tidak
beres dengan kita. Ada kubu-kubu lain didalamnya. Namun, aku terima. Aku masih
bisa masuk kekubu-kubu yang ada. Ini sudah porsiku.
Jangan menyalahkan diri jika kamu tidak bisa masuk ke kubu
lain, toh kita terbungkus. Tidak berceceran. Dan mungkin, itu bukan porsi kamu.
Bagiku, menjadi aku sudah sangat beruntung. Namun, sekaligus
lebih beresiko kena cap merah lebih dulu.
Jujur, dikubu lain aku
hanya sekedar tau dan ikut-ikutan. Dikubu yang satunya juga begitu. Yang sesungguhnya
justru aku yang sendirian.
Jangan bilang “kamu gak sendirian” jelas-jelas aku yang
rasa.
Bahkan jika harus memilih, lebih baik aku yang hilang
daripada kalian yang hilang .
Mengertilah, aku sayang kalian. Baik secara individu. Maupun
dalam kubu yang kalian buat. Dan aku masuk kesana.
Aku bahkan kadang sama tidak mengertinya seperti kalian. Sedang
apa dengan kubu itu ?
Tapi yasudah. Ini jelas masih porsiku untuk diam.
Hari ini, aku sedih. Melihat kalian yang begitu membuat
jarak denganku.
Bukan aku duluan yang begitu. Aku lari ke bagian kubu lain,
hanya untuk sekedar tau.
Bukankah dari pagi aku sudah dikubu kalian ? lalu aku kesana
sebentar. Dan kalian bertatap denganku sudah dengan kesimpulan yang kalian
buat.
Aku, sedih bukan main. Biarlah aku buat kalian kembali seperti
semula. Tapi gagal.
Kalian seolah tidak melihat aku disana. Apa kalian sedang
membalas sebuah kesimpulan yang kalian buat sendiri ?
Iya, dalam sudut pandang kalian. Aku sudah tidak diporsiku.
Namun lewat bingkaiku ini berbeda. Aku menikmati keduanya. Baik
dengan keluhan atau sedang tidak. yang kamu liat tidak selalu sama dengan apa yang kamu pikir.
Maka, maaf jika itu masih menjadi kesimpulannya.
Tidak bisakah kita berteman normal ? tanpa rasa curiga. Tanpa
rasa was-was. Tanpa rasa canggung seperti hari ini. Aku muak. Ini bukan lagi
masanya. Sungguh.
Terimakasih sudah
baca.